Masril Koto adalah pendiri Bank Tani atau Bank Petani dalam bentuk Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKMA) Prima Tani di Nagari Koto Tinggi yang menjadi cikal bakal
Program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) nasional.
Masril Koto merupakan
anak pertama dari delapan bersaudara. Lelaki berkulit legam berasal ini dari Kecamatan Baso, Kabupaten Agam, Sumatera Barat. Di kampung halamannya, ia adalah petani dan peternak. Namun,
sejak tahun 2006 ia adalah seorang banker. Masril merupakan seorang yang
sederhana. Hal ini tercermin dari penampilannya dalam setiap acara. Ia tak malu
menggunakan sandal jepit saat menjadi pembicara dalam Seminar Nasional Inklusi
Keuangan Kawasan Timur Indonesia di Hotel Sahid Makassar dan
menggunakan kaos putih serta jaket dan celana kain hitam dalam acara Kick Andy
yang menjadikan ia sebagai tamu paling sederhana diantara tamu lainnya.
Masril adalah seorang
yang tak tamat Sekolah Dasar (SD). Ia meninggalkan bangku SD
saat berada di kelas 4 karena kendala keuangan. Ia hanya pernah mengikuti
sekolah lapangan (SL) petani dari Dinas Pertanian Sumbar di Nagari Tabek
Panjang, Kecamatan Baso, Kabupaten Agam.
Masril adalah pendiri sebuah
lembaga keuangan tempat para petani bisa mendapatkan pinjaman untuk tambahan
modal usaha yang bernama LKMA Prima Tani. Banyaknya petani yang sulit mencari
pinjaman modal menginspirasi Masril untuk membentuk lembaga keuangan para
petani yang disebutnya Bank Tani atau Bank Petani tersebut. Ia menjadi pendiri
LKMA Prima Tani di Nagari Koto Tinggi dan 580 LMA lain yang tersebar
di seantero Sumatera Barat yang kesemuanya memiliki aset
mencapai 100 miliyar rupiah.
LKMA Prima tani mulai dirintisnya bersama teman-temannya pada tahun 2002 dan
pada tahun 2006 usaha tersebut membuahkan hasil. Setiap LKMA yang dibinanya
memiliki minimal 5 karyawan yang biasa diambil dari anak-anak petani, terutama
mereka yang putus sekolah. Hal ini ditujukan untuk mengurangi angka
pengangguran.
Idenya untuk membuat
sebuah bank awalnya dipandang mustahil. Hampir semua bank di Padang, Sumatera
Barat ia datangi untuk memperoleh informasi. Tapi tidak ada yang percaya,
bahkan ia sempat ditipu oleh sebuah bank, disuruh menunggi seharian untuk
bertemu pimpinan bank, padahal yang bersangkutan sedang ke luar kota.
Namun bukan Masril Koto
namanya jika menyerah. Dengan itikad membantu petani yang selama ini kesulitan
mendapat pinjaman dari bank, akhirnya bantuan datang. Melalui diskusi
Alumni Fakultas Pertanian Universitas Andalas (AFTA), ia diberitahu mekanisme
kerja bank dan diyakinkan bahwa ia bisa mendirikan LKMA. Lalu, usahanya
tersebut dimulai dengan menjual saham Rp 100.000 per lembar kepada ratusan
petani.
Awalnya banyak
petani ragu. Mereka bingung. “Masak selembar kertas begini harganya Rp
100.000,” begitu pertanyaan umum dari petani. Namun, pelan-pelan mereka
mengerti, dan semakin banyak petani kemudian ikut membeli saham.
Ketika LKMA Prima
Tani diresmikan tahun 2007 oleh Menteri Pertanian Anton Apriyantono, Masril
Koto “memanas-manasi” Pak Menteri. Ia bilang, “Masak saya yang ngga tamat SD
ini bisa membuat bank petani, tapi pemerintah tidak!” Pak Menteri akhirnya
jengah dan kemudian membuat program nasional Pengembangan Usaha Agribisnis
Pedesaan (PUAP).
Aturan LKMA di
masing-masing daerah berbeda-beda. Aturan itu dibuat secara fleksibel dan
disepakati oleh anggota-anggota LKMA tersebut. Semuanya mengacu pada kearifan
lokal.
Salah satunya
menggunakan jaminan dari Datuk (orang yang dituakan) sebagai penjamin peminjam.
Menurutnya, saat ini ada 300 unit LKMA di Sumatera Barat. Pengelolanya adalah
anak-anak petani anggota lembaga tersebut.
Jenis tabungannya juga
bervariasi, seperti tabungan pendidikan, tabungan ibu hamil, tabungan untuk
mencicil motor, tabungan untuk persiapan pernikahan. Jenis tabungan ini semua
disusun berdasarkan identifikasi masalah anggota.
Mengenai pembayaran
kredit, memang tidak berjalan mulus. Anggota yang terlambat membayar akan
diberitahukan kepada Datuk-nya. Selanjutnya nanti Datuk yang memperingatkan.
Jika tidak berhasil, maka akan diumumkan di Mesjid. Sampai saat ini belum ada
masalah dalam peminjaman.
Masril Koto juga
membuat program “Gerakan Sejuta Buku untuk Petani”. Menurutnya ini adalah
sebuah gugatan karena buku sudah masuk menjadi ranah insdustri. Petani
kesulitan mendapatkan akses buku karena harganya tidak terjangkau. Dia berpikir
kalau ada satu orang saja yang menyumbangkan bukunya untuk petani, pasti petani
terbantu.
Ternyata idenya
ini mendapat respon baik. Banyak sekali yang menyumbangkan buku dan menghubungi
Masril untuk menyalurkan buku-buku itu ke petani.
Dedikasi Masril
mendapat dua penghargaan pada tahun 2010, yaitu “Danamon Award” dan “Indonesia
Berprestasi Award”. Dia mengaku terkejut ketika tiba-tiba dihubungi
panitia seleksi kedua penghargaan tersebut. Dia mengaku tidak tahu menahu
tentang keduanya. Tapi ketika tim seleksi mendatangi kampungnya dan melakukan
penilaian, dia tetap tampil apa adanya. Melakukan kegiatan seperti biasa dan
malah mengajak para panitia tim seleksi turun langsung ke pelosok-pelosok desa.
Masril juga tampil
apa adanya saat tampil di acara TV Kick Andy. “Tadinya saya disuruh pakai
batik, tapi saya ngga mau karena saya terlihat ngga pantas pake batik,”
katanya. Akhirnya tim acara menyerah dan membolehkan Masril menggunakan t-shirt
putih dibalut jaket hitam dengan celana kain hitam dan sepasang sendal hitam.
Pakaiannya paling sederhana dibanding tamu-tamu Kick Andy yang diundang saat
itu.
Dia bercerita,
bagaimana memadukan kegiatan sosialnya sambil menghidupi keluarganya. Pagi hari
Masril membuat kue bersama istrinya. Lalu dia membawa kue itu ke warung-warung.
Setelah itu dia bekerja untuk LKMA. Sorenya dia masih sempat mengerjakan
ladangnya, dan mengambil uang hasil penjualan kue dari warung-warung.
Dia juga sempat
menjual minyak tanah secara retail, dan istrinya bekerja menjahit mukena. Semua
dikerjakan untuk menjaga stabilitas keuangan keluarga. Maka dari itu Masril
berpesan, walaupun kita mengabdi untuk kegiatan sosial, tapi kita tidak boleh
melupakan kewajiban menghidupi keluarga.
Proses Panjang Berujung Kesuksesan
Proses
panjang perjuangan Masril mendirikan LKMA diawali pada 2003. Sebagai petani, ia
menanam padi serta membudidayakan jagung dan ubi jalar. Waktu itu ia ingin
beralih menjadi petambak lele. Sampai suatu hari, ia bertemu seniman-petani
Rumzi Sutan yang mendendangkannya lagu tentang cita-cita kemandirian petani.
Sejak itulah
Masril bertekad memajukan petani. Ia lalu mengikuti sekolah lapangan (SL)
petani dari Dinas Pertanian Sumbar di Nagari Tabek Panjang, Baso, Agam. Di sekolah
lapangan itu, ia tersadar bahwa persoalan utama petani adalah permodalan. Hal
ini tak bisa dipecahkan industri perbankan. Maka, tercetus ide untuk membuat
bank petani, demi memenuhi kebutuhan mereka.
Di benak
para petani pun relatif alergi terhadap pendirian koperasi. Jadilah ide Masril
tak bersambut. ”Berdasarkan rapat evaluasi dan pengalaman kami selama
ini, koperasi hanya menguntungkan para ketuanya,” ujar anak pertama
dari delapan bersaudara ini.
Seusai
mengikuti sekolah lapangan, ia mengumpulkan sejumlah rekan dan membentuk tim
beranggotakan lima orang. Tugasnya, mencari tahu seluk-beluk pendirian bank
petani. Tim itu dibekali dana pencarian informasi Rp 600.000. Mereka menemui
para mantan pegawai bank, dinas terkait, dan mendatangi bank-bank umum.
”Saya ke
(Kota) Bukittinggi mendatangi bank yang ada. Saya bilang ingin membuat bank,
bisakah diberi pelatihan,” cerita Masril, yang dijawab para bankir itu, ”tak mungkin”.
Tahun 2006
mereka ke Padang guna mengikuti diskusi dari Yayasan Alumni Fakultas Pertanian
Universitas Andalas (AFTA). Saat itu sisa dana pencarian informasi Rp 150.000,
masih dipotong uang bukti pelanggaran (tilang) lalu lintas Rp 40.000 gara-gara
salah membaca rambu lalu lintas.
Dalam
diskusi yang dihadiri pejabat Bank Indonesia itu, Masril diberi tahu bahwa dana
perbankan cukup banyak. Dana itu bisa dimanfaatkan untuk modal kelompok tani.
”Saya
bilang, kami ingin modal itu untuk membuat bank. Saya tanya caranya,” kata Masril, yang diyakinkan
bisa mendirikan LKMA. Sejak itu dia rajin membaca buah pikiran Mohammad Hatta,
Sutan Sjahrir, dan Prof Mubyarto.
Modal
mendirikan LKMA diperoleh lewat penjualan saham Rp 100.000 per lembar kepada
ratusan petani. Setelah modal diperoleh, muncul masalah pembukuan. Mereka lalu
mengikuti pelatihan konsultan dari Yogyakarta.
”Waktu itu
ada LKMA di Kabupaten Pasaman yang sudah berdiri. Sewaktu kami mau belajar,
ternyata harus membayar. Jadilah kami belajar langsung dari ahlinya,” kata Masril yang tak memungut
uang jasa setiap kali berbagi pengalaman tentang LKMA.
Beragam
produk tabungan atau pinjaman berbasis kebutuhan langsung petani secara
spesifik ditelurkan LKMA, seperti tabungan ibu hamil, tabungan pajak motor
untuk pengojek, dan tabungan pendidikan anak.
Tahun 2007,
Menteri Pertanian Anton Apriyantono meresmikan LKMA Prima Tani. Ia tercenung
mendengar cerita Masril. ”Kalau Pak Menteri bikin seperti yang saya
lakukan, tentu hasilnya lebih cepat bagi petani,” ceritanya tentang
pertemuan itu. Setelah itu, pemerintah meluncurkan program PUAP.
Perjuangan
Masril bukan tanpa hambatan. Berbagai cibiran pun datang, juga dari keluarga.”Kepada
istri saya katakan, jika kita ikhlas mengerjakan sesuatu, Insya Allah ada
balasannya,”kata Masril.
Hal itu
terbukti. Tahun 2008 ia dikontrak perusahaan Jepang dengan gaji Rp 2,5 juta per
bulan. Kini, ia menjadi konsultan perusahaan Belanda bergaji Rp 3,5 juta
sebulan.
Masril
bertahan memajukan petani sebab ia tak ingin mereka terus-menerus
dieksploitasi, terutama saat menjelang pemilihan umum. Kini, ia menyiapkan
pembentukan lembaga bernama Lumbung Pangan Rakyat. Targetnya, mengganti peran
Bulog yang tak bertugas menurut fungsi yang diamanatkan.
”Lumbung
Pangan Rakyat sudah saya uji coba, tetapi masih memerlukan penyempurnaan. Tunggu
saja, petani sudah punya kelompok tani sebagai ’perusahaan’, LKMA sebagai
’bank’, dan Lumbung Pangan Rakyat sebagai ’Bulog’-nya,” kata Masril bersemangat.
Kesimpulan
Masril
Koto mengingatkan kita, dimana ada kemauan pasti Allah membukakan jalan. Seorang
petani yang tidak tamat SD, yang memikirkan nasib petani lainnya akhirnya
membentuk sebuah LKM di bidang agribisnis. Hal ini karena masih sangat jarang
perbankan yang bergerak di bidang agribisnis. Karena semangat ingin menciptakan
perubahan, hingga saat ini telah terbentuk 300 LKMA di seluruh Sumatera Barat.
Ini adalah bentuk kepedulian, karena kemauannya untuk mengurus dan memikirkan
nasib petani lain.
Kita
juga dapat memetik hikmah, bahwa sesuatu yang dikerjakan dengan sungguh-sungguh
akan membuahkan hasil yang baik. Ilmu tidak hanya kita dapatkan di bangku
sekolah formal saja. Masril Koto memperoleh ilmunya dari pengalaman hidup.
Rajin membaca dan tidak malu untuk bertanya hal apapun kepada orang lain yang
lebih senior. Kunci keberhasilan ini lah yang membuatnya menjadi sukses seperti
sekarang. Sudah seharusnya kita sebagai mahasiswa lebih tergerak untuk dapat
mengadakan perubahan kearah yang lebih baik. Karena di tangan kita kedepannya
lah nasib Indonesia yang akan datang.
Pengalaman
menarik seorang pria desa sederhana di Sumatera Barat bernama Masril Koto dapat
dipetik untuk dipelajari dan dipraktikkan oleh masyarakat atau rakyat di Kepri.
Juga sekaligus mungkin bisa diadopsi oleh pemerintah daerah melalui dinas
perikanan atau yang terkait untuk mendirikan lembaga yang serupa untuk membantu
para nelayan dan pelaku UMKM yang ada di Kepri, agar semua potensi dan target
yang ingin dicapai bisa terealisasi secara maksimal.
Sumber :