W..E.L.C.O.M.E to M.Y S.P.A.C.E !!!

Rabu, 04 Januari 2012

Masril Koto: Pendiri Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKMA) Prima Tani dan Konsultan Perusahaan Belanda yang Tidak Lulus SD


Masril Koto adalah pendiri Bank Tani atau Bank Petani dalam bentuk Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKMA) Prima Tani di Nagari Koto Tinggi yang menjadi cikal bakal Program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) nasional.
Masril Koto merupakan anak pertama dari delapan bersaudara. Lelaki berkulit legam berasal ini dari Kecamatan Baso, Kabupaten Agam, Sumatera Barat. Di kampung halamannya, ia adalah petani dan peternak. Namun, sejak tahun 2006 ia adalah seorang banker. Masril merupakan seorang yang sederhana. Hal ini tercermin dari penampilannya dalam setiap acara. Ia tak malu menggunakan sandal jepit saat menjadi pembicara dalam Seminar Nasional Inklusi Keuangan Kawasan Timur Indonesia di Hotel Sahid Makassar dan menggunakan kaos putih serta jaket dan celana kain hitam dalam acara Kick Andy yang menjadikan ia sebagai tamu paling sederhana diantara tamu lainnya.
Masril adalah seorang yang tak tamat Sekolah Dasar (SD). Ia meninggalkan bangku SD saat berada di kelas 4 karena kendala keuangan. Ia hanya pernah mengikuti sekolah lapangan (SL) petani dari Dinas Pertanian Sumbar di Nagari Tabek Panjang, Kecamatan Baso, Kabupaten Agam.
Masril adalah pendiri sebuah lembaga keuangan tempat para petani bisa mendapatkan pinjaman untuk tambahan modal usaha yang bernama LKMA Prima Tani. Banyaknya petani yang sulit mencari pinjaman modal menginspirasi Masril untuk membentuk lembaga keuangan para petani yang disebutnya Bank Tani atau Bank Petani tersebut. Ia menjadi pendiri LKMA Prima Tani di Nagari Koto Tinggi dan 580 LMA lain yang tersebar di seantero Sumatera Barat yang kesemuanya memiliki aset mencapai 100 miliyar rupiah. LKMA Prima tani mulai dirintisnya bersama teman-temannya pada tahun 2002 dan pada tahun 2006 usaha tersebut membuahkan hasil. Setiap LKMA yang dibinanya memiliki minimal 5 karyawan yang biasa diambil dari anak-anak petani, terutama mereka yang putus sekolah. Hal ini ditujukan untuk mengurangi angka pengangguran. 
Idenya untuk membuat sebuah bank awalnya dipandang mustahil. Hampir semua bank di Padang, Sumatera Barat ia datangi untuk memperoleh informasi. Tapi tidak ada yang percaya, bahkan ia sempat ditipu oleh sebuah bank, disuruh menunggi seharian untuk bertemu pimpinan bank, padahal yang bersangkutan sedang ke luar kota.
Namun bukan Masril Koto namanya jika menyerah. Dengan itikad membantu petani yang selama ini kesulitan mendapat pinjaman dari bank, akhirnya bantuan datang. Melalui  diskusi Alumni Fakultas Pertanian Universitas Andalas (AFTA), ia diberitahu mekanisme kerja bank dan diyakinkan bahwa ia bisa mendirikan LKMA. Lalu, usahanya tersebut dimulai dengan menjual saham Rp 100.000 per lembar kepada ratusan petani.
Awalnya banyak petani ragu. Mereka bingung. “Masak selembar kertas begini harganya Rp 100.000,” begitu pertanyaan umum dari petani. Namun, pelan-pelan mereka mengerti, dan semakin banyak petani kemudian ikut membeli saham.
Ketika LKMA Prima Tani diresmikan tahun 2007 oleh Menteri Pertanian Anton Apriyantono, Masril Koto “memanas-manasi” Pak Menteri. Ia bilang, “Masak saya yang ngga tamat SD ini bisa membuat bank petani, tapi pemerintah tidak!” Pak Menteri akhirnya jengah dan kemudian membuat program nasional Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP).
Aturan LKMA di masing-masing daerah berbeda-beda. Aturan itu dibuat secara fleksibel dan disepakati oleh anggota-anggota LKMA tersebut. Semuanya mengacu pada kearifan lokal.
Salah satunya menggunakan jaminan dari Datuk (orang yang dituakan) sebagai penjamin peminjam. Menurutnya, saat ini ada 300 unit LKMA di Sumatera Barat. Pengelolanya adalah anak-anak petani anggota lembaga tersebut.
Jenis tabungannya juga bervariasi, seperti tabungan pendidikan, tabungan ibu hamil, tabungan untuk mencicil motor, tabungan untuk persiapan pernikahan. Jenis tabungan ini semua disusun berdasarkan identifikasi masalah anggota.
Mengenai pembayaran kredit, memang tidak berjalan mulus. Anggota yang terlambat membayar akan diberitahukan kepada Datuk-nya. Selanjutnya nanti Datuk yang memperingatkan. Jika tidak berhasil, maka akan diumumkan di Mesjid. Sampai saat ini belum ada masalah dalam peminjaman.
Masril Koto juga membuat program “Gerakan Sejuta Buku untuk Petani”. Menurutnya ini adalah sebuah gugatan karena buku sudah masuk menjadi ranah insdustri. Petani kesulitan mendapatkan akses buku karena harganya tidak terjangkau. Dia berpikir kalau ada satu orang saja yang menyumbangkan bukunya untuk petani, pasti petani terbantu.
Ternyata idenya ini mendapat respon baik. Banyak sekali yang menyumbangkan buku dan menghubungi Masril untuk menyalurkan buku-buku itu ke petani.
Dedikasi Masril mendapat dua penghargaan pada tahun 2010, yaitu “Danamon Award” dan “Indonesia Berprestasi Award”. Dia mengaku terkejut ketika tiba-tiba dihubungi  panitia seleksi kedua penghargaan tersebut. Dia mengaku tidak tahu menahu tentang keduanya. Tapi ketika tim seleksi mendatangi kampungnya dan melakukan penilaian, dia tetap tampil apa adanya. Melakukan kegiatan seperti biasa dan malah mengajak para panitia tim seleksi turun langsung ke pelosok-pelosok desa.
Masril juga tampil apa adanya saat tampil di acara TV Kick Andy. “Tadinya saya disuruh pakai batik, tapi saya ngga mau karena saya terlihat ngga pantas pake batik,” katanya. Akhirnya tim acara menyerah dan membolehkan Masril menggunakan t-shirt putih dibalut jaket hitam dengan celana kain hitam dan sepasang sendal hitam. Pakaiannya paling sederhana dibanding tamu-tamu Kick Andy yang diundang saat itu.
Dia bercerita, bagaimana memadukan kegiatan sosialnya sambil menghidupi keluarganya. Pagi hari Masril membuat kue bersama istrinya. Lalu dia membawa kue itu ke warung-warung. Setelah itu dia bekerja untuk LKMA. Sorenya dia masih sempat mengerjakan ladangnya, dan mengambil uang hasil penjualan kue dari warung-warung.
Dia juga sempat menjual minyak tanah secara retail, dan istrinya bekerja menjahit mukena. Semua dikerjakan untuk menjaga stabilitas keuangan keluarga. Maka dari itu Masril berpesan, walaupun kita mengabdi untuk kegiatan sosial, tapi kita tidak boleh melupakan kewajiban menghidupi keluarga.
Proses Panjang Berujung Kesuksesan

Proses panjang perjuangan Masril mendirikan LKMA diawali pada 2003. Sebagai petani, ia menanam padi serta membudidayakan jagung dan ubi jalar. Waktu itu ia ingin beralih menjadi petambak lele. Sampai suatu hari, ia bertemu seniman-petani Rumzi Sutan yang mendendangkannya lagu tentang cita-cita kemandirian petani.
Sejak itulah Masril bertekad memajukan petani. Ia lalu mengikuti sekolah lapangan (SL) petani dari Dinas Pertanian Sumbar di Nagari Tabek Panjang, Baso, Agam. Di sekolah lapangan itu, ia tersadar bahwa persoalan utama petani adalah permodalan. Hal ini tak bisa dipecahkan industri perbankan. Maka, tercetus ide untuk membuat bank petani, demi memenuhi kebutuhan mereka.
Di benak para petani pun relatif alergi terhadap pendirian koperasi. Jadilah ide Masril tak bersambut. ”Berdasarkan rapat evaluasi dan pengalaman kami selama ini, koperasi hanya menguntungkan para ketuanya,” ujar anak pertama dari delapan bersaudara ini.
Seusai mengikuti sekolah lapangan, ia mengumpulkan sejumlah rekan dan membentuk tim beranggotakan lima orang. Tugasnya, mencari tahu seluk-beluk pendirian bank petani. Tim itu dibekali dana pencarian informasi Rp 600.000. Mereka menemui para mantan pegawai bank, dinas terkait, dan mendatangi bank-bank umum.
”Saya ke (Kota) Bukittinggi mendatangi bank yang ada. Saya bilang ingin membuat bank, bisakah diberi pelatihan,” cerita Masril, yang dijawab para bankir itu, ”tak mungkin”.
Tahun 2006 mereka ke Padang guna mengikuti diskusi dari Yayasan Alumni Fakultas Pertanian Universitas Andalas (AFTA). Saat itu sisa dana pencarian informasi Rp 150.000, masih dipotong uang bukti pelanggaran (tilang) lalu lintas Rp 40.000 gara-gara salah membaca rambu lalu lintas.
Dalam diskusi yang dihadiri pejabat Bank Indonesia itu, Masril diberi tahu bahwa dana perbankan cukup banyak. Dana itu bisa dimanfaatkan untuk modal kelompok tani.
”Saya bilang, kami ingin modal itu untuk membuat bank. Saya tanya caranya,” kata Masril, yang diyakinkan bisa mendirikan LKMA. Sejak itu dia rajin membaca buah pikiran Mohammad Hatta, Sutan Sjahrir, dan Prof Mubyarto.
Modal mendirikan LKMA diperoleh lewat penjualan saham Rp 100.000 per lembar kepada ratusan petani. Setelah modal diperoleh, muncul masalah pembukuan. Mereka lalu mengikuti pelatihan konsultan dari Yogyakarta.
”Waktu itu ada LKMA di Kabupaten Pasaman yang sudah berdiri. Sewaktu kami mau belajar, ternyata harus membayar. Jadilah kami belajar langsung dari ahlinya,” kata Masril yang tak memungut uang jasa setiap kali berbagi pengalaman tentang LKMA.
Beragam produk tabungan atau pinjaman berbasis kebutuhan langsung petani secara spesifik ditelurkan LKMA, seperti tabungan ibu hamil, tabungan pajak motor untuk pengojek, dan tabungan pendidikan anak.
Tahun 2007, Menteri Pertanian Anton Apriyantono meresmikan LKMA Prima Tani. Ia tercenung mendengar cerita Masril. ”Kalau Pak Menteri bikin seperti yang saya lakukan, tentu hasilnya lebih cepat bagi petani,” ceritanya tentang pertemuan itu. Setelah itu, pemerintah meluncurkan program PUAP.
Perjuangan Masril bukan tanpa hambatan. Berbagai cibiran pun datang, juga dari keluarga.”Kepada istri saya katakan, jika kita ikhlas mengerjakan sesuatu, Insya Allah ada balasannya,”kata Masril.
Hal itu terbukti. Tahun 2008 ia dikontrak perusahaan Jepang dengan gaji Rp 2,5 juta per bulan. Kini, ia menjadi konsultan perusahaan Belanda bergaji Rp 3,5 juta sebulan.
Masril bertahan memajukan petani sebab ia tak ingin mereka terus-menerus dieksploitasi, terutama saat menjelang pemilihan umum. Kini, ia menyiapkan pembentukan lembaga bernama Lumbung Pangan Rakyat. Targetnya, mengganti peran Bulog yang tak bertugas menurut fungsi yang diamanatkan.
”Lumbung Pangan Rakyat sudah saya uji coba, tetapi masih memerlukan penyempurnaan. Tunggu saja, petani sudah punya kelompok tani sebagai ’perusahaan’, LKMA sebagai ’bank’, dan Lumbung Pangan Rakyat sebagai ’Bulog’-nya,” kata Masril bersemangat.

Kesimpulan
Masril Koto mengingatkan kita, dimana ada kemauan pasti Allah membukakan jalan. Seorang petani yang tidak tamat SD, yang memikirkan nasib petani lainnya akhirnya membentuk sebuah LKM di bidang agribisnis. Hal ini karena masih sangat jarang perbankan yang bergerak di bidang agribisnis. Karena semangat ingin menciptakan perubahan, hingga saat ini telah terbentuk 300 LKMA di seluruh Sumatera Barat. Ini adalah bentuk kepedulian, karena kemauannya untuk mengurus dan memikirkan nasib petani lain.
Kita juga dapat memetik hikmah, bahwa sesuatu yang dikerjakan dengan sungguh-sungguh akan membuahkan hasil yang baik. Ilmu tidak hanya kita dapatkan di bangku sekolah formal saja. Masril Koto memperoleh ilmunya dari pengalaman hidup. Rajin membaca dan tidak malu untuk bertanya hal apapun kepada orang lain yang lebih senior. Kunci keberhasilan ini lah yang membuatnya menjadi sukses seperti sekarang. Sudah seharusnya kita sebagai mahasiswa lebih tergerak untuk dapat mengadakan perubahan kearah yang lebih baik. Karena di tangan kita kedepannya lah nasib Indonesia yang akan datang.
Pengalaman menarik seorang pria desa sederhana di Sumatera Barat bernama Masril Koto dapat dipetik untuk dipelajari dan dipraktikkan oleh masyarakat atau rakyat di Kepri. Juga sekaligus mungkin bisa diadopsi oleh pemerintah daerah melalui dinas perikanan atau yang terkait untuk mendirikan lembaga yang serupa untuk membantu para nelayan dan pelaku UMKM yang ada di Kepri, agar semua potensi dan target yang ingin dicapai bisa terealisasi secara maksimal.

Sumber :

1 komentar: